Rabu, 02 Juli 2014

SWASEMBADA PANGAN 

PENGERTIAN SWASEMBADA PANGAN

swasembada pangan merupakan kemampuan suatu negara mencukupi kebutuhan pangan negaranya sendiri. seperti yang kita tahu negara indonesia merupakan negara agraris yang sangat luas, kekayaan alam yang dimiliki negara indonesia sudah bukan menjadi rahasia umum. tapi seperti yang dapat kita amati fakta tersebut tidak sesuai dengan kenyataan bahwa negara indonesia masih mengandalkan impor beras (salah satu jenis pangan yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat)  dari negara seperti vietnam,cina dan thailand. salah satu penyebab terjadinya impor beras ialah karna permintaan akan beras yang semankin lama semakin banyak akibat pertambahan penduduk sehingga produksi pangan kurang. selain dari itu peneliti dan akademisi menyadari bahwa kerawanan pangan juga terjadi dimana situasi pangan tersedia tetapi tidak mampu diakses rumah tangga karena keterbatasan sumberdaya ekonomi yang dimiliki (pendapatan, kesempatan kerja, sumberdaya ekonomi lainnya). Hal ini konsisten dengan pendapat Sen (1981) bahwa produksi pangan bukan determinan tunggal ketahanan pangan, melainkan hanyalah salah satu faktor penentu.  
  Ketahanan pangan memiliki 5 unsur yang harus dipenuhi :
1. Berorientasi pada rumah tangga dan individu
2. Dimensi waktu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses
3. Menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu, baik fisik, ekonomi
dan sosial
4. Berorientasi pada pemenuhan gizi
5. Ditujukan untuk hidup sehat dan produktif 

 KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM SWASEMBADA PANGAN

Masalah pangan sebenarnya telah diantisipasi oleh pemerintah melalui berbagai macam kebijakan. Sejarah telah menyebutkan pada awal kemerdekaan Indonesia pemerintahan Soekarno pernah mengeluarkan Progam Kesejahteraan Kasimo untuk mencapai swasembada beras. Pemerintahan Soekarno juga pernah mengeluarkan Progam Sentra padi untuk mencapai swasembada pangan. Namun akibat turbulensi politik dan disertai dengan pemberontakan maka pada masa itu terjadi krisis pangan yang cukup parah.

indonesia sebenarnya memiliki sarana dan prasarana lengkap dan dapat diandalkan untuk mendukung swasembada beras. Terlebih bila memperhitungkan lahan pertanian padi yang masih potensial dan luas, di samping jumlah sumber daya manusia (petani) banyak, produksi pupuk dan benih memadai, serta sistem irigasi yang sudah terbentuk sejak lama.

Namun pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (pemda) serta seluruh pihak terkait malah terkesan memandang sebelah mata sektor pertanian tanaman pangan. Fakta paling gamblang tentang itu: lahan pesawahan – termasuk yang beririgasi teknis – terus menyusut secara signifikan akibat tergusur aneka kepentingan nonpertanian, terutama permukiman dan industri.
Maka jangan sesali kalau produksi beras nasional cenderung menurun. Bahkan kalaupun berbagai faktor amat menunjang – seperti iklim, pengendalian hama, juga penyediaan berbagai input – produksi beras nasional sulit sekali ditingkatkan lagi. Produksi beras nasional boleh dikatakan sudah stagnan di level 50-an juta ton per tahun. Padahal konsumsi nasional, sebagai konsekuensi pertambahan penduduk, terus meningkat pasti dan begitu signifikan.

Di lain pihak, negara-negara seperti Thailand dan Vietnam terus berupaya keras meningkatkan produksi beras secara intensif. Upaya mereka sungguh tak mengenal lelah, termasuk mengembangkan dan menerapkan inovasi pertanian. Target mereka bukan lagi sekadar mencapai swasembada, melainkan tampil menjadi negara produsen beras terbesar di dunia.

Dalam konteks seperti itu pula, Thailand dan Vietnam sering tampil menjadi “penyelamat” bagi Indonesia ketika persediaan beras di dalam negeri menyusut. Bagi Indonesia, Thailand dan Vietnam kini menjadi sumber andalan bagi impor beras.
Tapi celakanya, impor beras kini terkesan bukan lagi sekadar alternatif sementara. Impor beras seolah sudah menjadi andalan untuk mengamankan kebutuhan nasional. Di tengah produksi beras di dalam negeri yang cenderung stagnan atau bahkan terus menurun, sementara kebutuhan konsumsi mencatat grafik yang kian menanjak, pemerintah tidak cukup terlecut untuk bertindak habis-habisan menggerakkan upaya peningkatan produksi beras nasional. Pemerintah terkesan lebih merasa aman dan nyaman mengandalkan impor.
Untuk mendukung salah satu program revitalisasi pertanian tersebut, pemerintah seharusnya menyiapkan lebih banyak lagi bibit unggul untuk para petani, sehingga produksi pertanian dari tahun ke tahun akan semakin membaik. Untuk mewujudkan swasembada yang dimaksud, maka diperlukan peningkatan produksi beras sebanyak 2 juta ton tahun 2007 dan peningkatan lima persen per tahun hingga tahun 2009.
Kunci keberhasilan peningkatan produksi padi, antara lain optimalisasi sumber daya pertanian, penerapan teknologi maju dan spesifik lokasi, dukungan sarana produksi dan permodalan, jaminan harga gabah yang memberikan insentif produksi serta dukungan penyuluhan pertanian dan pendampingan.
Sementara strategi yang dilakukan untuk mewujudkan keberhasilan itu, yakni dengan peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, pengamanan produksi, dan pemberdayaan kelembagaan pertanian serta dukungan pembiayaan usaha tani.
Sedangkan upaya peningkatan produktivitas padi antara lain melalui pengelolaan tanaman terpadu (PTT) di 33 provinsi seluas 2,08 juta hektare, penanaman padi hibrida di 14 provinsi seluas 181.000 hektare, dan perbaikan intensifikasi non-PTT di 33 provinsi seluas 10,3 juta hektare.

Setelah Soekarno turun dari kursi kepresidenan dan digantikan oleh Soeharto, Indonesia mengalami masa transisi antara tahun 1965 sampai 1967. Masa transisi tersebut merupakan awal dari cikal bakal dari Bulog. Pada tahun 1966 dibentuk Komando Logistik Nasional (KOLOGNAS), namun pada tahun 1967 KOLOGNAS dibubarkan dan diganti dengan Badan Urusan Logistik (BULOG).

HAMBATAN DALAM PROGRAM SWASEMBADA PANGAN


  • pencapaian swasembada pangan, terutama padi, jagung, kedelai dan gula masih menghadapi kendala karena keterbatasan lahan pertanian di dalam negeri.
  • Selain keterbatasan lahan, kendala lain yang dihadapi mencapai swasembada pangan masih tinggi alih fungsi atau konversi lahan pertanian ke non pertanian.
    Saat ini, konversi lahan pertanian mencapai 100.000 ha per tahun, sedang kemampuan pemerintah menciptakan lahan baru maksimal 30.000 ha. Hingga setiap tahun justru terjadi pengurangan luas lahan pertanian.
    Sementara perubahan yang mengakibatkan cuaca tidak menentu dan keterbatasan anggaran juga berdampak terhadap upaya swasembada produk strategis itu.

    Swasembada pangan terkendala pada keterbatsan lahan, swasembada pangan berkelanjutan pemerintah telah menetapkan peningkatan produksi. Untuk jagung 10 persen per tahun, kedelai 20 persen, daging sapi 7,93 persen, gula 17,56 persen dan beras 3,2 persen per tahun.
    Dalam Sidang Regional Dewan Ketahanan Pangan Tahun 2010, dia mengatakan, mencapai target ini diperlukan peningkatan areal pertanaman. Dia mencontohkan, pada swasembada gula dibutuhkan lahan tambahan 350.000 hektare (ha), kedelai 500.000 ha. “Tapi ada kendala. Hingga saat ini, pun belum ada kepastian soal lahan,” katanya dalam kegiatan yang diikuti para Sekretaris Dewan Ketahanan Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota se Indonesia.
    Kondisi ini, menjadikan satu lahan pertanian terpaksa untuk menanam berbagai komoditas tanaman pangan secara bergantian. Akibatnya, Indonesia selalu menghadapi persoalan dilematis dalam upaya peningkatan produktivitas tanaman.
    Jika menggenjot produksi kedelai, produksi jagung akan turun. Sebab, lahan diambil kedelai. Juga sebaliknya, karena kedua komoditas ini ditanam saling menggantikan.
    Sebenarnya Badan Pertanahan Nasional (BPN) telah menjanjikan lahan 2 juta ha dari total lahan terlantar 7,3 juta ha untuk pertanaman pangan. Namun hingga saat ini belum ada kejelasan soal lahan itu.
    Selain keterbatasan lahan, kendala lain yang dihadapi mencapai swasembada pangan masih tinggi alih fungsi atau konversi lahan pertanian ke non pertanian.
    Saat ini, konversi lahan pertanian mencapai 100.000 ha per tahun, sedang kemampuan pemerintah menciptakan lahan baru maksimal 30.000 ha. Hingga setiap tahun justru terjadi pengurangan luas lahan pertanian.
    Sementara perubahan yang mengakibatkan cuaca tidak menentu dan keterbatasan anggaran juga berdampak terhadap upaya swasembada produk strategis itu.
    Menyinggung upaya pemerintah mengatasi persoalan keterbatasan anggaran, pemerintah mengembangkan program food estate atau kawasan pertanian skala luas dengan merangkul swasta, BUMN dan BUMD. “Food estate itu sebagai akselerasi, karena anggaran APBN terbatas. Orientasi ekspor, tetapi kalau kebutuhan dalam negeri berkurang, diutamakan mengisi kebutuhan dalam negeri.
    Pada masa SBY, pemerintah mengeluarkan progam perencanaan revitalisasi pertanian yang mencoba menempatkan kembali sektor pertanian secara proporsional dan kontekstual dengan meningkatkan pendapatan pertanian untuk GDP, pembangunan agribisnis yang mampu meyerap tenaga kerja dan swasembada beras, jagung dan palawija.
    PROGRAM SWASEMBADA PANGAN PEMERINTAH SAAT INI 


    Pada masa nya SBY dianggap gagal dalam hal swasembada pangan dan hanya dianggap keberhasilan yang semu,Pentingnya pencapaian swasembada beras, perlu diketahui kedudukan khusus beras dalam menu, budaya, dan politik Indonesia. Beras adalah bahan makanan pokok bagi orang Indonesia. Berbagai bahan makanan lain pengganti beras pernah dianjurkan oleh pemerintah, namun rakyat tidak menyukainya.
    Ketika harga beras melonjak sampai pada titik di mana konsumsinya harus dikurangi, penduduk menjadi kekurangan gizi dan kelaparan. Beras adalah pusat dari semua hubungan pertalian sosial.
     Pemerintah juga sering melakukan praktik dagang menjelang pelaksanaan kebijakan ekonomi yang kontroversial. Stok beras di pasaran dibuat langka baru kemudian harga naik, akhirnya masyarakat dipaksa memahami impor beras yang akan dilakukan oleh pemerintah. Impor beras yang dilakukan oleh pemerintah berdampak dua hal yakni:
    Pertama, menurunkan motivasi kerja para petani karena hasil kerja kerasnya akan kalah berkompetisi dengan beras impor di pasaran.
    Kedua, menterpurukkan tingkat pendapatan petani domestik yang rendah menjadi sangat rendah.
    Selain itu, ada motivasi ekonomi-politik yang sebenarnya disembunyikan di balik logika bisnis impor beras. Impor beras merupakan bentuk kebijakan ekonomi-politik pertanian yang mengacu kepada kepentingan pasar bebas atau mazhab neo-liberalisme.

     ANALISIS 


    Presiden SBY adalah seorang doktor pertanian yang pernah menulis tesis tentang revitalisasi pertanian dengan beberapa kesimpulan, di antaranya:
    1) Untuk membangun kembali pertanian maka intervensi asing semacam IMF dan World Bank harus dinetralisasikan dari bidang pertanian.
    (2) Pemerintah perlu mengorientasikan kebijakan fiskalnya untuk mendukung sektor pertanian.
    (3) Pemerintah perlu memfasilitasi pengembangan pertanian yang berorientasi kepentingan petani dengan penerapan penuh sistem pertanian berkelanjutan. Namun sayangnya keyakinan atau ide cerdas SBY dalam disertasinya berbalik dengan realitas kebijakan ekonomi-politik pertanian yang direncanakan dan diimplementasikan.
    Kebijakan pemerintahan SBY saat ini tidak mendukung berkembangnya sektor pertanian dalam negeri. Antara lain, Indonesia telah mengarah ke negara industri, padahal kemampuanya masih di bidang agraris. Misalnya, kedudukan Pulau Jawa sebagai sentra penghasil padi semakin kehilangan potensi karena industrialisasi dan pembangunan perumahan. Konversi tata guna lahan ini merupakan salah satu pemicu merosotnya pertanian Indonesia yang menjadi sumber penghidupan 49 persen warga negara.
    Ada sejumlah faktor yang selama ini menjadi pemicu utama terpuruknya sektor pertanian, di antaranya :
    1. Dari segi sarana dan prasarana, dana pemeliharaan infrastruktur pertanian, tidak ada pembangunan irigasi baru, dan pencetakan lahan baru tidak berlanjut.
    2. Dalam hal bebasnya konversi lahan pertanian, pihak pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten tidak disiplin menjalankan pemerintahan dengan mengizinkan pengubahan fungsi pertanian yang strategis bagi ketahanan negara.
    3. Dari sisi kebijakan dan politik, penerapan otonomi daerah membuat sektor tanaman pangan terabaikan. Para elite politik membuat kebijakan demi partai, bukan untuk kebijakan pangan rakyat. Keadaan semakin buruk dengan tidak adanya keamanan dan stabilitas yang seharusnya dijalankan aparat penegak hukum.

Sabtu, 26 April 2014

A. PELAKU EKONOMI DALAM KEGIATAN POKOK EKONOMI

1) RUMAH TANGGA KELUARGA

1.Rumah Tangga Keluarga 
sebagai Produsen Rumah tangga keluarga dalam kegiatan ekonomi merupakan pemilik faktor produksi yang meliputi tanah, tenaga kerja, keahlian dan modal. Kegiatan produksi yang dilakukan dalam rumah tangga keluarga adalah menyediakan faktor produksi yang dibutuhkan pelaku ekonomi lainnya. Dalam kegiatan ini rumah tangga keluarga memperoleh penghasilan/pendapatan dalam bentuk uang.

2. Rumah Tangga Keluarga
sebagai Distributor Kegiatan distribusi yang dilakukan oleh rumah tangga bertujuan untuk mendapatkan penghasilan. Kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan membuka toko atau warung, menjadi pedagang keliling atau pedagang asongan.

3. Rumah Tangga Keluarga 
sebagai Konsumen Rumah tangga keluarga merupakan kelompok yang paling sering melakukan kegiatan konsumsi.
Faktor yang mempengaruhi kegiatan konsumsi rumah tangga adalah:
1. Jumlah pendapatan keluarga
2. Jumlah anggota keluarga
3. Tingkat harga barang atau jasa
4. Status sosial ekonomi keluarga

2) MASYARAKAT 

1. Masyarakat sebagai Produsen 
Masyarakat sebagai produsen mencakup berbagai bentuk kegiatan masyarakat yang dapat menghasilkan pendapatan, misalnya kegiatan usaha, berdagang, bercocok tanam, beternak, dll. Dalam kegiatan usaha, yang berkembang dalam kehidupan masyarakat adalah sektor usaha informal yang mempunyai ciri- ciri: 
1. Tidak memiliki alat-alat produksi yang canggih. 
2. Tidak memiliki pendidikan/keahlian khusus. 
3. Dapat membuka lapangan kerja yang tidak sedikit jumlahnya.
4. Hanya memiliki ruang lingkup usaha ekonomi yang sempit dan kecil. 
 Contoh kegiatan ekonomi sektor usaha informal: pedagang asongan, pedagang kaki lima, pedagang keliling. 

2. Masyarakat sebagai Distributor 
Masyarakat sebagai distributor diwujudkan dalam bentuk terjadinya proses penyaluran barang dan jasa dari produsen ke konsumen. 

3. Masyarakat sebagai Konsumen  
Masyarakat adalah pengguna (konsumen) “public goods” atau produk-produk umum, seperti jalan raya, jembatan, rumah sakit, sekolah, dan lain-lain.

3) PERUSAHAAN 

1.Perusahaan sebagai Produsen 
Sesuai dengan fungsinya, perusahaan dalam aktivitasnya selalu menghasilkan barang atau jasa. Beberapa hal yang harus dilakukan perusahaan sebelum menjalankan aktivitasnya adalah: 
1. Menentukan barang/jasa yang akan diproduksi 
2. Menentukan bagaimana pengelolaan barang/jasa  
3. Memastikan barang/jasa yang akan diproduksi dibutuhkan oleh masyarakat

2. Perusahaan sebagai distributor 
Hal-hal yang dilakukan perusahaan sebagai distributor: 
1. Mengadakan kegiatan promosi 
2. Mengadakan kegiatan perdagangan 
3. Membuka agen atau cabang 
4. Memiliki armada angkutan 

3. Perusahaan sebagai Konsumen 
Kegiatan konsumsi yang dilakukan perusahaan berkaitan erat dengan proses produksi yang dijalankan, antara lain: 
 1. Pengadaan bahan pokok 
 2. Pengadaan alat/sarana 
 3. Pembayaran upah karyawan 

4).NEGARA 

1. Negara sebagai Produsen 
Kegiatan produksi yang dilakukan pemerintah bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat, antara lain: Membangun pembangkit tenaga listrik Membangun sarana transportasi Membangun perusahaan air minum 

2. Negara sebagai Distributor 
Negara sebagai distributor memiliki kewajiban untuk menyalurkan barang dan jasa dari yang berlebihan kepada yang kekurangan sehingga hasil-hasil produksi dapat dinikmati seluruh rakyat. Kegiatan distribusi yang dilakukan pemerintah antara lain: 
1. Menyalurkan energi listrik melalui PLN 
2. Menyalurkan jasa telepon melalui Telkom 

3. Negara sebagai Konsumen Kegiatan konsumsi yang dilaksanakan pemerintah bertujuan untuk menjalankan roda pemerintahan, antara lain: 
1. Membayar gaji pegawai 
2. Menggunakan tenaga ahli 
3. Menggunakan alat-alat kantor 
4. Memanfaatkan energi listrik 

4. Negara sebagai Pengatur Ekonomi Peranan negara/pemerintah sebagai pengatur ekonomi: 
1. Melindungi masyarakat terhadap dampak negatif pertumbuhan ekonomi yang kurang seimbang dan tidak terkendali 
2. Membangun modal sosial seluas-luasnya 
3. Menciptakan dan memelihara keserasian pertumbuhan ekonomi 

                                 
B. MACAM-MACAM SISTEM EKONOMI YANG ADA 
 
A) Sistem Ekonomi Tradisional
Tujuan dari sistem ekonomi ini adalah mempertahankan tradisi yang terjadi turun temurun, dengan mengabaikan apa yang harus dilakukan dan untuk apa dilakukan.
Ciri-ciri dari sistem ekonomi tradisional ini adalah:
1)         Teknologi masih sederhana,
2)        Kegiatan usaha ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pokok,
3)        Modal masih terbatas,
4)        Masyaraktnya masih susah menerima perubahan karena terikat dengan tradisi,
5)        Masih terdapat sistem pertukaran barang dengan barang ( barter).

B) Sistem Ekonomi liberal/pasar/kapitalis
Sistem ekonomi liberal/pasar/kapitalis atau yang biasa disebut dengan Free Fight Liberalism adalah suatu penerapan kehidupan ekonomi yang bebas, dimana warga negara diberi kebebasan oleh pemerintahan untuk melakukan kegiatan ekonomi, dan seluruh sumber daya yang tersedia, dimiliki, dan dikuasai oleh masyarakat dapat dikembangkan secara bebas. Dalam sistem ini, pemerintah tidak ikut campur tangan. Bahkan dalam kondisi tertentu pun, pemerintah benar-benar lepas tangan dalam pengambilan keputusan ekonomi. Sehingga kondisi ini disebut juga dengan istilah laissez-faire.
Adapun ciri-ciri dari sistem ekonomi liberal, yaitu:
1)      Semua alat dan sumber produksi berada di tangan perseorangan,
2)     Kegiatan ekonomi di semua sektor dilakukan oleh swasta,
3)     Modal memegang peranan penting dalam kegiatan ekonomi.

Kebaikan dari sistem ekonomi liberal adalah:
1)      Setiap individu bebas memiliki alat-alat produksi,
2)     Adanya persaingan usaha mendorong kemajuan berusaha,
3)     Produksi didasarkan atas kebutuhan masyarakat, dan lain”.

Keburukan dari sistem ekonomi liberal adalah :
1)      Menimbulkan monopoli sehingga merugikan masyarakat,
2)     Menimbulkan penindasan terhadap manusia lain,
3)     Pengusaha yang bermodal kecil akan semakin tersisih, dan lain”.
Contoh dunia yang menggunakan sistem ekonomi liberal: Blok Barat ( Inggris, Amerika Serikat, Kanada)
C) Sistem Ekonomi Komando/Sosialis
Sistem ekonomi komando/etatisme/terpusat adalah sistem ekonomi yang pengaturan kehidupan ekonominya secara langsung oleh negara.
Adapun ciri-ciri dari sistem ekonomi komando, yaitu:
1)      Semua alat dan sumber produksi dikuasai oleh negara,
2)     Kegiatan perekonomian diatur dan dikuasai secara mutlak oleh negara,dan
3)     Jenis-jenis pekerjaan dalam suatu negara serta pembagian kerja diatur oleh pemerintah.

Kebaikan dari sistem ekonomi komando adalah:
1)      Pemerintah mengatur distribusi barang-barang,
2)     Tidak ada kesenjangan antaranggota masyarakat, dan
3)     Kemakmuran masyarakat terjamin.

Keburukan dari sistem ekonomi komando adalah:
1)      Hak milik perseorangan tidak diakui,
2)     Kemajuan ekonominya lambat, dan
3)     Potensi, inisiatif, dan kreasi warga masyarakat tidak berkembang.
Contoh dunia yang menggunakan sistem ekonomi komando adala: Blok Timur( negara-negara Komunis) seperti Rusia, Kuba, Korea Utara, dan negara Eropa Timur.

D)  Sistem Ekonomi Campuran
Sistem ekonomi campuran adalah sistem ekonomi yang mengambil segi positif dari sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando.
Adapun ciri-ciri dari sistem ekonomi campuran, yaitu:
1)          Kesempatan kerja penuh ( full employment) dan jasa kolektif mendapat prioritas yang tinggi,
2)        Harga tidak semata-mata ditentukan oleh mekanisme pasar, tetapi pemerintah juga ikut campur dalam menentukan kebijakan,
3)        Pemerintah menyelenggarakan jaminan sosial dan bertanggung jawab atas distribusi pendapatan yang lebih merata.

Contoh dunia yang menggunakan sistem ekonomi campuran adalah: negara-negara berkembang (Indonesia, Afrika, Amerika Latin). 

C. SISTEM PEREEKONOMIAN YANG ADA DIINDONESIA
              
                       Sistem perekonomian di Indonesia memiliki acuan yang jelas, yaitu Undang-Undang  Dasar 1945 terutama pasal 33. Demokrasi ekonomi sebagai dasar pelaksanaan pembangunan ekonomi di Indonesia mempunyai ciri-ciri positif, yaitu:
1)  Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas dasar asas kekeluargaan,
2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara,
3) Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, sebagai pokok-pokok kemakmuran rakyat dikuasai oleh negara, dan lain”.
     Sistem ekonomi Indonesia sering juga disebut dengan sistem ekonomi Pancasila. Adapun ciri-ciri ekonomi pancasila, yaitu:
1)  Perekonomian tidak didominasi oleh modal dan buruh, melainkan berdasarkan atas asas kekeluargaan,
2) Negara menguasai bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya,
3) Peranan negara penting tetapi tidak dominan dan dicegah tumbuhnya sistem komando.
Sumber: 
1)http://kammilashaffirah.blogspot.com/2011/02/macam-macam-sistem-ekonomi-di-dunia.html
2)http://theonlyfredo.wordpress.com/2013/04/11/ruang-lingkup-dan-pelaku-ekonomi/